Awasi Anak Anda Saat Bermain Game Online!
Salah satu fenomena yang cukup menarik di dunia gaming dalam satu dekade terakhir ini adalah kehadiran mode online yang memungkinkan para gamer yang tersebar di mana pun untuk berkumpul dan bermain bersama dalam satu wadah permainan. Dengan menggunakan koneksi internet hal tersebut memang dapat dilakukan dengan mudah. Layaknya Anda yang saling terhubung dalam situs jejaring sosial, online gaming juga memungkinkan para karakter di dalam game untuk saling berinteraksi dan mengirimkan pesan. Fitur seperti inilah yang kemudian membuka celah untuk kejahatan-kejahatan dunia maya yang buruk.
Berapa banyak dari Anda yang seringkali tertipu ketika berinteraksi dengan orang lain di dunia maya? Saya kira jumlahnya cukup banyak. Dunia maya memang memungkinkan setiap penggunanya untuk menciptakan sebuah karakter atau alter-ego yang berbeda dengan dirinya di dunia nyata, atau dengan kata lain “menipu”. Hal tersebut juga berlaku di game-game online. Sebuah kesalahan pemikiran jika para orang tua beranggapan bahwa setiap orang yang tergabung di dalam game online adalah mereka yang umumnya remaja dan sebaya. Sebuah kesalahan besar.
Setidaknya sebuah kasus yang terjadi di Detroit, Amerika Serikat dapat menjadi bukti yang nyata betapa rentannya anak-anak di bawah umur menjadi korban kejahatan virtual lewat sebuah game online. John W. Phillips, seorang pria berumur 54 tahun adalah seorang gamer kawakan di Runescape – sebuah game online free-to-play di Amerika Serikat. Selama permainan ini lah, ia seringkali berinteraksi dengan sebuah karakter lain, berkomunikasi, bekerja sama untuk melakukan sebuah quest tertentu, dan hunting monster bersama. Kedekatan ini lah yang kemudian membuat keduanya memutuskan untuk menikahkan kedua karakter mereka di dalam game Runescape yang memang memiliki fitur virtual marriages. Pemilik karakter yang dinikahi oleh karakter Phillips ternyata adalah seorang gadis berumur 13 tahun.
Phillips kemudian mulai menganggap “serius” pernikahan virtual antar karakter game ini dan meminta sang gadis untuk bertemu di dunia nyata. Berbagai cara ditempuh untuk menjalankan niatnya, mendatangi rumah si gadis hingga memberikannya sebuah telepon genggam untuk mempermudah komunikasi. Seperti yang dapat ditebak, Phillips kemudian berkali-kali meniduri gadis di bawah umur tersebut. Alasannya? “Legalitas” pernikahan dunia maya nya. Memilukan! Phillips akhirnya tertangkap setelah ibu sang gadis berhasil menemukan pesan-pesan tidak pantas di handset yang digunakan si gadis.
Apa yang dilakukan oleh Phillips hanyalah satu kasus dari ribuan kasus serupa yang terjadi di berbagai belahan dunia. Permainan online membuat batas-batas fisik menjadi lenyap seketika, memungkinkan bentuk komunikasi apapun untuk hadir di dalamnya. Bagi mereka yang belum cukup umur, resiko untuk terpapar pada konten-konten negatif seperti pornografi, kata-kata kotor, bullying, hingga apa yang dilakukan oleh Phillips ini menjadi rentan terjadi. Akibatnya, trauma secara psikologis mungkin saja dapat terjadi.
Yang ingin saya tekankan di sini adalah sudah saatnya orang tua menjadi jauh lebih peka dan sadar akan potensi bahaya yang ditawarkan dunia maya ini. Baik itu situs jejaring sosial ataupun yang terlihat menyenangkan seperti game online. Komunikasikan dengan anak Anda tentang permainan yang seringkali menyita waktu mereka, apa saja yang membuat mereka nyaman dan apa saja yang membuat mereka tidak nyaman. Karena kesadaran seperti inilah yang akan sangat membantu tindak pencegahan berbagai kejahatan virtual yang dapat terjadi di dalamnya. Waspadalah!
Source : The Detroit News via Kotaku