NostalGame: Winning Eleven 4
Jika kita harus menyebutkan salah satu game yang sempat membuat berbagai kafe game di kota asal kita tampak menghijau tanpa variasi berarti, maka kita pasti sedang membicarakan game Winning Eleven. Siapa yang dapat menyangkal dominasi game ini sebagai salah satu franchise yang mampu mengobarkan semangat kompetisi di kalangan para gamer? Butuh sedikit kerja keras untuk mengenal lebih jauh sistem permainan yang dihadirkan di dalamnnya, namun hasil yang kita dapatkan memang sebanding. Menarik, adaptable, dan adiktif – tidak mengherankan jika franchise sepakbola ini merupakan yang terbaik di dunia saat ini.
Oke, franchise ini memang sudah mencapai tahapan pengembangan yang mampu menghasilkan kualitas grafis dan gerakan yang realistis seperti yang pernah saya review di Pro Evolution Soccer 2011 untuk konsol next-gen, tetapi bukan berarti kita harus melupakan generasi yang sebelumnya. Saya yakin cukup banyak yang menghabiskan waktu hidup mereka semasa remaja dengan berkompetisi memainkan game ini dan berbagi cukup banyak kenangan di dalamnya. Bagi Anda yang pernah memainkan Winning Eleven 4, mari kita sedikit bernostalgia.
Gameplay
Ketika Winning Eleven 4 ini dirilis untuk konsol Playstation, saya masih terikat pada “kecintaan” pada seri FIFA yang kala itu memang tampil memesona. Winning Eleven 4 “merasuki” hidup saya ketika dalam suatu momen, game tersebut dimainkan di hadapan mata dan saya tampil sebagai seorang superhero yang mati-matian membela FIFA dan mengejek Winning Eleven 4. Berbagai alasan dan argumen dilontarkan di kala itu, dari sekedar membahas kualitas grafis yang kalah jauh dibandingkan FIFA yang hadir di masa yang sama hingga masalah komentator di dalam game yang terdengar konyol. Saya hanya mendapatkan respon yang dingin, dan dipaksa untuk setidaknya mencoba sekali memainkan game tersebut. Ya, saya menelan ludah saya sendiri.
Saya memang tidak terlalu suka dengan berbagai “kekurangan” yang ia miliki jika dibandingkan dengan FIFA, namun sistem permainan yang dihadirkannya membuat saya jatuh cinta begitu saja. Sekali mencoba, lalu mencoba bermain lagi, lalu mulai berkompetisi, dan akhirnya tak pernah melirik FIFA sama sekali semenjak itu. Winning Eleven 4 menjadi default game bertema sepakbola yang paling saya senangi hingga saat ini.
Ketika FIFA menawarkan navigasi gerakan pemain yang lebih berfokus pada tombol utama stik Playstation, Konami memberikan sentuhan yang sedikit berbeda di Winning Eleven. Empat tombol L-R yang jarang digunakan di game olahraga kemudian dihadirkan sebagai salah satu komponen paling penting untuk memaksimalkan pengalaman bermain. Dari sprint hingga gocekan yang lebih sederhana. Tidak hanya itu saja, penambahan sistem bar untuk kekuatan tendangan ke arah gawang juga membuat sistem “probabilitas” kesuksesan tendangan menjadi salah satu nilai jual tinggi Winning Eleven. FIFA di kala itu? Bola bergerak seperti dikendalikan oleh robot dan selalu tepat sasaran.
Saya tidak berusaha membandingkan FIFA dengan Winning Eleven, namun memang hal tersebut yang terjadi ketika Winning Eleven mulai memasuki hidup saya. Perlahan-lahan Winning menjadi “keyword” dalam setiap obrolan sesudah jam sekolah, selama jam sekolah, dan sebelumnya, bahkan hingga waktu makan dan beribadah. Saya tidak mencoba untuk hiperbolik, tapi memang itu kenyataannya. Tidak ada kunjungan ke rumah teman atau menjadi tuan rumah yang baik tanpa disuguhi dengan kompetisi Winning Eleven 4 dan teriakan-teriakan yang dihasilkannya.