BSA: Jumlah Software Bajakan di Indonesia Mencapai 87%
Software semakin banyak ditemui di pasaran. Sayangnya, tidak semua software yang digunakan saat ini memiliki lisensi resmi. Business Software Alliance (BSA) pada hari Kamis, 12 Mei 2011 mengumumkan hasil studi pembajakan di tahun 2010. Berdasarkan data tersebut didapatkan sebanyak 87% software PC di Indonesia tidak memiliki lisensi. Persentase ini mengalami peningkatan sebanyak 1% dari tahun sebelumnya dan mengakibatkan kerugian hingga sebesar US$1,32 miliar.
Studi pembajakan ini merupakan kerjasama antara BSA dengan IDC (International Data Corporation) dan dilakukan di 116 negara. Dengan 87% jumlah software tanpa lisensi atau bajakan, Indonesia menempati peringkat ke-11 negara dengan jumlah software bajakan terbanyak di dunia. Georgia menempati peringkat pertama dengan angka 93% dan Zimbabwe menyusul dengan jumlah software bajakan sebanyak 91%. Namun, sebagai produsen software terbesar di dunia, Amerika Serikat justru mengalami kerugian finansial terbesar dengan maraknya software bajakan ini. Terhitung kerugian yang dialami oleh Amerika Serikat mencapai US$9,515 miliar di tahun 2010 saja.
Untuk melengkapi studi pembajakan ini, BSA menggandeng Ipsos Public Affairs untuk melakukan survei ke lebih dari 15.000 pengguna bisnis dan konsumen PC mengenai pandangan mereka terhadap fenomena software bajakan ini. Hasil survei yang didapatkan sehubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bagi para pengembang software cukup ironis. Jumlah responden yang mendukung HKI justru banyak datang dari negara-negara dengan tingkat pembajakan yang tinggi. Bahkan di Indonesia, terhitung sekitar 84% responden yang mendukung HKI, tetapi jumlah software bajakan yang beredar terus meningkat. Menurut Donny Sheyoputra, Kepala Perwakilan dan Juru Bicara BSA Indonesia, hal ini diakibatkan oleh kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap software berlisensi.