Pupus: Kembalinya Rizal Mantovani dengan Genre Drama Melankolis
Menyaksikan film Indonesia, bagi saya pribadi, menjadi sebuah tantangan tersendiri. Belakangan ini, film Indonesia dengan kualitas yang cukup baik sangat sulit ditemui. Jadi, jika tiba saatnya saya harus menghadiri preview film Indonesia, perasaan saya campur-aduk dan sebuah pertanyaan menari-nari di kepala saya: “Seberapa lama film ini dapat membuat saya bertahan di dalam studio bioskop?”
Beberapa waktu belakangan ini, saya sempat mendapatkan undangan preview film Indonesia dari berbagai jenis genre. Misalnya, Anak Kampoeng, The Mirror Never Lies, dan yang terakhir Pupus. Mungkin banyak dari Anda yang bertanya-tanya mengapa saya tidak pernah mengulas film-film Indonesia bergenre horor (nan erotis) yang selama ini beredar. Saya hanya bisa menjawab: Film-film tersebut tidak memiliki konten yang cukup kuat sebagai dasar pondasi cerita mereka sehingga saya kebingungan mengulasnya. Yep, saya memang menghindari mengulas film-film yang dibuat seadanya yang hanya dimaksudkan untuk memenuhi target penjualan. Lagipula, saya tidak bisa memberikan rekomendasi apa-apa mengenai film-film kategori tersebut.
Mari kita kembali kepada Pupus. Ini adalah film drama melankolis Indonesia pertama yang pernah saya tonton. Jika ditanya mengenai film asing yang memiliki genre serupa, dengan lantang saya bisa menyebutkan beberapa judul, seperti A Walk to Remember, Marley and Me, Hachiko, dan lain sebagainya. Apakah film drama melankolis Indonesia akan dibuat layaknya sinetron yang menyajikan penderitaan tiada akhir yang dialami tokoh utamanya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya mengetahui sekilas sinopsis film ini. Film ini menceritakan kehidupan Cindy (Donita), mahasiswa baru sebuah universitas swasta di Jakarta. Cindy diceritakan sebagai anak daerah yang melanjutkan pendidikannya di Jakarta, hidup jauh dari keluarganya. Di kampus, Cindy bertemu dengan seniornya bernama Panji (Marcel Chandrawinata). Pertemuan mereka diawali karena kesamaan hari ulang tahun yang kemudian membuat mereka sering bertemu dan menjadi semakin dekat. Hubungan mereka pun mengalir begitu saja dan tanpa sadar, Cindy jatuh cinta kepada Panji. Pertanyaannya: apakah Panji menyimpan perasaan yang sama kepada Cindy? Apakah mereka akan bersama layaknya akhir cerita cinta yang biasanya berakhir bahagia? Atau justru sebaliknya? Silahkan saksikan sendiri film ini di bioskop-bioskop kesayangan Anda.
The Great Rizal Mantovani
Masih ingatkah Anda dengan Rizal Mantovani? Namanya mulai mencuat ke permukaan saat menyutradarai film Kuldesak (1999), sebuah ansambel drama komedi hitam, bersama tiga sutradara (yang saat itu masih terbilang muda) lainnya, yaitu Riri Riza, Nan Achnas, dan Mira Lesmana. Kuldesak mendapatkan respon positif dan berhasil mendapatkan nominasi Silver Screen Award untuk Best Asian Feature Film di ajang Singapore International Film Festival tahun 1999. Setelah Kuldesak, Rizal tercatat pernah menyutradarai 14 film, di antaranya Jelangkung (2001) dan Kuntilanak 1—3 (2006—2007).
Mungkin, nama sutradara yang satu ini yang membuat saya memiliki sedikit harapan terhadap film ini. Pupus memang memiliki pondasi cerita yang “sangat drama”. Penambahan melankolis di belakang genre tersebut menyiratkan bahwa film ini akan menonjolkan sisi sentimentilnya dan berusaha mengajak penonton untuk merasakan kesentimentilan tersebut. Film ini memiliki kualitas yang cukup bagus, mulai dari kerangka dan kelogisan cerita, sinematografi, sampai akting pemainnya. Bukan film dengan kualitas murahan, jika saya bisa mengatakan demikian. Film ini memiliki plot yang sederhana dan adegan-adegan manis yang menyentuh hati. Yang paling saya suka, film ini ditutup dengan sedikit twist yang menurut saya cukup manis. Not bad at all.
Tanggal rilis:
26 Mei 2011
Genre:
Drama
Durasi:
90 menit
Sutradara:
Rizal Mantovani
Pemain:
Donita, Marcell Chandrawinata
Studio:
Maxima Pictures