Peneliti: Smartphone Sangat Bergantung dengan Logam Langka
Beberapa abad lalu, hanya ada beberapa material yang sering digunakan, yakni kayu, batu bata, besi, tembaga, emas, dan perak. Namun di zaman yang serba teknologi modern saat ini, material tersebut tentu tidaklah cukup. Sebuah chip smartphone misalnya, yang setidaknya membutuhkan lebih dari 60 elemen material yang berbeda. Namun apa jadinya bila suatu saat, elemen tersebut mulai langka, seiring dengan permintaan smartphone yang kian meningkat.
Para peneliti dari Yale University dalam penelitian terbarunya memperingatkan, smartphone dan gadget saat ini sangat bergantung dengan material logam langka. Material itulah yang hingga saat ini belum ada pengggantinya atau setidaknya, memiliki material alternatif pengganti.
Guna mengukur, apakah ada kemungkinan material langka di smartphone dapat digantikan dengan material lain, penelitian yang dipimpin Prof. Thomas Graedel tersebut menganalisis 62 elemen material langka berjenis logam maupun metaloid (bukan logam atau logam campuran) yang biasa digunakan di smartphone.
Hasilnya, tidak ada satu pun material alternatif yang mampu memberikan kualitas sama baiknya dengan 62 material tersebut. Sederhananya, bila suatu saat produsen kehabisan 62 material tersebut dan menggantinya dengan material alternatif, jangan berharap smartphone dengan kualitas baik dapat tercipta.
Bahkan ironinya lagi, 12 dari 62 material tersebut merupakan material yang tidak dapat digantikan dengan material manapun, termasuk material alternatif. Adapun 12 elemen material tersebut, yakni renium, rhodium, lantanum, europium, dysprosium, thulium, Iterbium, yttrium, strontium, talium, magnesium dan mangan.
“Kami telah menunjukan bahwa subtitusi logam sangat lah bermasalah. Mengganti (material utama dengan material alternatif), perlu melakukaan peniruan dari sifat-sifat khusus – sebuah tantangan nyata dengan banyak pengaplikasian,” ujar Graedel, dilansir dari the Concervation.
Sebagai langkah antisipasi agar penggunaan unsur material logam langka tersebut bisa digunakan lebih lama lagi (jangka panjang), banyak negara yang menjadi pengekspor material logam mulai melakukan sesuatu hal yang malah terkesan “licik”. Salah satunya yang dilakukan pemerintah Cina melalui kebijakan politiknya pada tiga tahun yang lalu.
Pada 2010 silam, pemerintah Cina melakukan pembatasan ekspor beberapa material logam yang masuk dalam kategori logam tanah jarang dengan dalih, material mulai langka. Alhasil, dengan keluarnya kebijakan itu, baik pihak pemerintah maupun perusahaan Cina pun merasa diuntungkan. Harga material tersebut meningkat lima kali lipat bagi perusahaan luar negeri. Sementara bagi perusahaan dalam negeri dizinkan, mendapatkan material dengan harga yang lebih murah.
“Karena kekayaan dan populasi di seluruh dunia makin meningkat dalam beberapa dekade mendatang, para ilmuwan akan semakin tertantang untuk merancang material-material jenis baru dan lebih baik lagi,” ungkap salah satu kesimpulan dari laporan penelitian tersebut.