Pemerintah Indonesia Tidak Mengindahkan Peraturan WTO

Pendapat banyak orang mengenai kurangnya penelitian yang dilakukan oleh pemerintah sebagai dasar pengambilan keputusan telah dikuatkan dengan munculnya berita mengenai pelanggaran peraturan WTO (World Trade Organization). Pemerintah telah memberlakuan bea masuk untuk hak distribusi film asing. Seperti yang telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya, Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang memberlakukan ketentuan ini dan ada alasan kuat mengapa negara lain tidak mengambil langkah yang sama. Ternyata peraturan WTO pasal 8 ayat 1(c) dijelaskan bahwa hak untuk mereproduksi dan mendistribusikan barang, dalam hal ini film, tidak dikenakan bea masuk.
Walaupun peningkatan bea masuk secara teori turut meningkatkan pendapat negara, kenyataannya keputusan yang satu ini justru membuat Asosiasi Produsen Film Amerika memutuskan untuk berhenti mendistribusikan seluruh film Amerika di Indonesia. Aksi penghentian distribusi film ini tentu akan memengaruhi angka penayangan film di bioskop yang selama ini lebih dari 50 persennya dikuasai oleh film asing. Proyektor khusus yang digunakan untuk menayangkan film 3D pun terancam berhenti digunakan karena film-film 3D yang semakin gencar masuk berasal dari Amerika dan belum ada film lokal yang menggunakan teknologi ini.

Menurunnya angka penayangan film dan proyektor film 3D yang tidak terpakai jelas akan menurunkan pendapatan bioskop di Indonesia secara signifikan. Penurunan pendapatan bioskop tentunya akan mempengaruhi kesejahteraan dan keamanan pekerjaan para pegawainya. Bahkan restoran dan pertokoan lain yang biasa menjadi tempat para penonton menghabiskan waktu sebelum film ditayangkan juga akan merasakan dampaknya.
Pemerintah Indonesia perlu meninjau ulang kebijakan ini dan mulai menyadari pentingnya melakukan penelitian. Selain untuk memastikan ketepatan keputusan yang diambil, penelitian juga dapat membantu memprediksikan akibat dari pengambilan keputusan tersebut.