The Mirror Never Lies: Menyelami Keindahan Wakatobi
Menunggu kedatangan ayahnya dari melaut, seorang anak perempuan berbaring di hamparan pasir putih di pinggir pantai sambil menggenggam erat sebuah cermin. Ia yakin, ayahnya akan kembali sambil membawa banyak ikan hasil tangkapan. Ia berharap ayahnya akan datang dan muncul, menjadi sebuah refleksi di cerminnya.

Untuk pertama kalinya di dunia, World Wide Foundation mau bekerja sama untuk membuat sebuah film komersial. Uniknya, film tersebut merupakan gubahan seorang sutradara muda berparas cantik, Kamila Andini. Keputusan untuk menyutradarai sebuah film dianggap sangat berani karena ini kali pertama Andini menyutradarai sebuah film komersial.
The Mirror Never Lies. Begitu judul film tersebut. Film ini termasuk film langka yang temanya jarang menarik perhatian pelaku film Indonesia. Di saat sebagian besar orang membuat film untuk mengejar keuntungan semata, Dini datang dan memberikan “sentuhan” yang berbeda untuk perfilman Indonesia.
Film ini mengangkat kehidupan sehari-hari Suku Bajo di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Seorang anak bernama Pakis setia menanti kedatangan ayahnya dari melaut. Sepeninggal suaminya, Tayung (Atiqah Hasiholan), harus bertahan hidup dengan berburu teripang untuk dijual ke pasar. Suatu hari, keluarga kecil tersebut kedatangan tamu dari Jakarta. Tudo, seorang peneliti lumba-lumba, menetap di kampung tersebut untuk meneliti lumba-lumba jenis tertentu yang hidup di perairan Wakatobi.

Film ini memusatkan konflik kepada sosok Pakis yang selalu percaya bahwa ayahnya suatu hari akan pulang. Berbekal cermin pemberian ayahnya, Pakis selalu berharap dapat melihat bayangan ayahnya suatu hari nanti.
Dilihat dari segi cerita, film ini mungkin tidak memiliki kekuatan dan variasi cerita layaknya film-film komersial lainnya. Namun, yang patut diacungi jempol adalah kedalaman cerita itu sendiri yang menjadikan film ini berbeda. Yap, TMNL memang memiliki kerangka cerita yang sederhana, namun kerangka tersebut berhasil dikembangkan oleh Dini dengan begitu baik sehingga menghasilkan sebuah jalinan plot yang sangat kuat.

Film ini tidak memiliki dialog yang padat yang membuat alurnya terasa cukup lambat. Jika Anda tipe penonton yang menyukai film-film sejenis Daun di Atas Bantal dan Pasir Berbisik, pastinya Anda juga akan menyukai film yang satu ini.
Satu hal lagi, TMNL merupakan proyek kerja sama antara Set Karya Film, WWF Indonesia, dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi. Alasan pengambilan Wakatobi sebagai latar film adalah karena wilayah ini merupakan Coral Triangle yang menyimpan sekitar 650 spesies karang dari 750 spesies yang ada di dunia. Keunikan dan keindahan panorama Wakatobi menggelitik Dini untuk membuat film tentang wilayah tersebut agar masyarakat mengetahui kekayaan alam negaranya sendiri. Selain itu, film ini juga dimaksudkan untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat melestarikan karang dan tidak mengeksploitasi sebuah wilayah secara berlebihan karena akan mengganggu keseimbangan alam, termasuk siklus kehidupan masyarakat sekitar dan mikroorganisme laut yang ada.
Satu hal yang pasti, setelah menyaksikan film ini, saya sangat tertarik untuk memasukkan Wakatobi ke dalam daftar “tempat wisata yang wajib dikunjungi”. Sepertinya, Dini, WWF, dan Pemerintah Kabupaten Wakatobi berhasil mempromosikan wilayah eksotis tersebut melalui film ini.
Jika Anda merindukan tayangan berkualitas dan “sangat Indonesia” sebagai media edukasi anak-anak Anda, film ini bisa dijadikan referensi yang tepat.
Tanggal rilis:
5 Mei 2011
Genre
drama
Durasi:
100 menit
Sutradara:
Kamila Andini
Pemain:
Reza Rahardian, Atiqah Hasiholan, Eko, Zainal, Gita Novelista
Studio:
Set Karya Film