Merah Putih III: Sebentar Lagi!
Rabu (1/5), bertepatan dengan Hari Kelahiran Pancasila, PT Media Desa dan Margate House Films mengundang pers untuk menyaksikan pemutaran perdana sekuel ketiga dari Trilogi Merah Putih, Hati Merdeka. Ini adalah film penutup dari dua sekuel sebelumnya yang cukup sukses di pasar lokal maupun internasional, Merah Putih (2009) dan Darah Garuda (2010). Trilogi Merah Putih begitu terasa spesial karena kru yang terlibat di belakangnya. Tak tanggung-tanggung, film ini digarap oleh tangan-tangan profesional tingkat dunia yang pernah menangani film-film blockbuster Hollywood. Hasilnya, kita punya film “Indowood” yang tak kalah bersaing dengan film action Hollywood namun tetap memiliki identitas yang “sangat Indonesia”. Hati Merdeka disutradarai oleh Yadi Sugandi dan Connor Allen, dua pribadi dengan budaya yang berbeda, menjadikan film ini memiliki keunikan tersendiri.

Yadi Sugandi (Laskar Pelangi, Under the Tree, the Photograph) mengatakan bahwa film ketiga ini lebih menekankan kepada penggambaran Indonesia sebagai negeri multietnis dan multiagama yang tetap bersatu untuk satu tujuan: merdeka. Walau begitu, film ini tidak akan menanggalkan unsur action-nya yang menjadi ciri khasnya sejak di film pertama. “Film perang tanpa adegan perang? Ngga mungkin, dong! Kita berusaha semaksimal mungkin menyajikan film berlatar sejarah dengan adegan perang dan aksi yang memukau,” ujar Hashim Djojohadikusumo, Executive Produser Trilogi Merah Putih, dalam konferensi pers yang diadakan di Blitz Megaplex, Grand Indonesia, Rabu (1/5).

Salah satu pemain, Rifnu Wikana, sangat bangga dengan film ini dan menyarankan setiap orang untuk menyaksikannya. “Film ini berkisah tentang KITA, tentang negeri dan identitas kita. Kita bisa pindah agama, pindah kewarganegaraan, pindah rumah, tetapi kita tidak bisa pindah suku. Kesukuan menjadi hal yang krusial untuk bangsa kita dan justru itu merupakan kekuatan kita sebagai sebuah bangsa yang heterogen.”
Diharapkan film ini akan mengulang kesuksesan dua film sebelumnya yang berhasil tayang di 12 negara di seluruh dunia. “Film ini memang sengaja dibuat dengan kualitas internasional karena kami memang ingin “melemparnya” ke seluruh dunia. Agar dunia tahu bahwa Indonesia memiliki potensi besar di bidang perfilman karena budayanya yang unik,” ujar Hashim. Selain itu, ditanya mengenai kemustahilan film ini untuk lolos FFI karena adanya sutradara asing di dalamnya, Yadi Sugandi menyatakan dengan tegas, “Kualitas sebuah film tidak ditentukan dari masuk-tidaknya ia ke dalam sebuah festival. Saya, Connor, dan kru telah berusaha semaksimal mungkin dan kami membiarkan penonton yang memutuskan”.

Penasaran dengan film yang satu ini? Jagat Review akan mengulasnya lebih detail sebelum tanggal penayangannya. So, stay tuned only on Jagat Review!