Gamer Tak Tertarik Pada Downloadable Content

Salah satu tren di industri game yang sedang marak belakangan ini adalah hadirnya downloadable content (DLC) yang seringkali diluncurkan untuk memperkaya konten atau memperpanjang usia sebuah game yang sudah dirilis. Teknologi yang memungkinkan hal ini untuk dilakukan di konsol juga membuat fenomena ini kian marak terjadi. Jika pada masa lalu Anda bisa mendapatkan satu game secara keseluruhan sejak pertama kali membeli game tersebut, kini tidak lagi. Anda butuh mengeluarkan ekstra uang untuk dapat memperoleh karakter, plot, hingga map terbaru. Apakah semua gamer senang dengan sistem seperti ini? Kenyataannya, tidak.
EEDAR, sebuah lembaga penelitian pada industri hiburan menemukan hal ini. Dari 3500 responden yang menjadi narasumber, diperoleh hasil yang cukup mengejutkan. Bahwa 49% dari mereka ternyata tidak pernah mengakses DLC game apapun selama 12 bulan terakhir. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan kondisi di tahun 2009 dan 2010 yang bisa mencapai persentase hingga 60%. Apa alasan yang mendasari “mogok” ini? Keamanan data pribadi, tidak ada kebijakan pengembalian, dan harga menjadi tiga alasan yang paling utama. Sedangkan alasan yang lain terletak pada proses yang cenderung sulit dan lama, serta tidak ada review yang dapat dijadikan acuan.
DLC kini memang menjadi salah satu pilar utama pelaku industri game untuk mengeruk keuntungan tambahan dengan usaha yang minimal. Dengan harga yang tidak terbillang murah, EEDAR sendiri memprediksikan bahwa industri game dapat memperoleh tambahan keuntungan hingga 875 juta USD, hanya dari Amerika Utara di tahun 2011 ini. Pendapatan hingga 1 Miliar USD menjadi angka yang tidak sulit dicapai pada tahun 2012 mendatang. Bagaimana dengan Indonesia? Dengan sebagian besar konsol yang telah dimodifikasi untuk memainkan game bajakan, konten online seperti ini menjadi “barang mewah” yang masih langka. Bagaimana pendapat Anda tentang DLC ini sendiri?
Source: Eurogamer