[Review] Mother’s Day: Bukan Hari Ibu Konvensional

Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar judul Mother’s Day? Mungkin sebuah film drama keluarga yang menonjolkan peran penting seorang ibu dan menyuguhkan beragam adegan yang memaksa Anda untuk mengambil tissue? Jika jawaban itu yang melintas di benak Anda, tampaknya Anda akan dikejutkan oleh film garapan Darren Lynn Bousman yang satu ini.
Bukan ibu biasa

Digarap ulang dari film tahun 1980 dengan judul yang sama, Mother’s Day menceritakan tentang sebuah keluarga kriminal yang dibesarkan oleh seorang ibu sadistis bernama Natalie “Mother” Koffin (Rebecca De Mornay). Setelah usaha perampokan bank yang gagal, ketiga putra Natalie terpaksa melarikan diri kembali ke rumah lamanya dengan sang adik, Johnny (Matt O’Leary), terluka. Hanya saja, mereka tidak menemukan sang ibu, melainkan keluarga lain yang menjadi penghuni baru rumah tersebut.
Didorong oleh kepanikan dan perasaan marah setelah dikhianati rekan kerjanya, Ike (Patrick John Flueger) dan Addley Koffin (Warren Kole) menyerang sang pemilik rumah yang hendak mempertanyakan kehadiran mereka di rumah tersebut. Penghuni baru rumah tersebut, Daniel (Frank Grillo) dan Beth Sohapi (Jaime King), beserta tamunya pun menjadi sandera ketiga saudara yang menunggu kedatangan Mother ke rumah tersebut. Kehadiran Mother di lokasi kejadian sempat menenangkan keadaan, tetapi kondisi tersebut dengan cepat berubah setelah mengetahui uang yang kerap dikirim oleh ketiga putranya tidak ia terima. Pasangan Sohapi pun menjadi tersangka utama yang menyembunyikan uang tersebut dan penyiksaan dimulai!
Siksa fisik dan mental
Suasana mencekam sudah terasa sejak awal. Dalam adegan pembuka diperlihatkan seorang suster gadungan yang hendak menyelinap masuk ke dalam rumah sakit untuk menculik seorang bayi. Pertumpahan darah pertama pun terjadi dalam adegan tersebut dan terjadi dengan cepat. Nuansa tipikal horror langsung terasa, tetapi perlu diingat Mother’s Day merupakan film horror ala Hollywood yang dihiasi muncratan darah.

Adegan selanjutnya pun tidak jauh berbeda dari tipikal film horror Amerika yang awalnya menempatkan karakter protagonis dan para “calon korban” dalam kondisi yang menyenangkan, kemudian berangsur berubah menjadi mimpi buruk. Jika film serupa biasanya menempatkan para karakter (yang biasanya terdiri dari anak-anak muda) dalam sebuah liburan, Mother’s Day menempatkan karakternya di tengah sebuah pesta ulang tahun. Perbedaan yang cukup menonjol adalah para karakter tidak diburu oleh seorang pembunuh bayaran, binatang, atau makhluk mengerikan, melainkan disandera oleh sekelompok kriminal sadis. Kondisi inilah yang berhasil membuahkan nuansa ekstra mencekam. Penantian kematian dan siksaan yang terus mendera para karakter berhasil menimbulkan ketegangan di setiap sudut film.
Kemampuan Rebecca De Mornay (Wedding Crashers) dalam memerankan Mother patut diacungi jempol. Perubahan ekspresi yang kerap terjadi, dari seorang ibu yang perhatian menjadi pembunuh berdarah dingin, ditampilkan dengan sangat baik. Perasaan bercampur aduk pun dipancing dalam film tersebut, dari perasaan simpatik terhadap seorang ibu yang mengkhawatirkan anak-anaknya berubah menjadi kebencian terhadap ajaran-ajaran sadistis yang diumbarnya. Penampilan prima Rebecca turut didukung oleh pemeran lainnya dalam menarik penonton ke dalam situasi mengerikan dan emosi yang sedang mereka rasakan.

Satu hal yang tidak begitu bisa diharapkan adalah cerita. Sama seperti film horror sejenisnya, alur cerita yang ditawarkan dalam Mother’s Day tergolong dangkal. Film tersebut tidak banyak memancing rasa penasaran dan beragam pertanyaan dalam benak. Semuanya disuguhkan straight-to-the-point dengan percikan darah yang banyak, bahkan sejumlah adegan terlihat sangat menjijikan.
Menariknya, tokoh antagonis dalam Mother’s Day tidak hanya menyiksa korbannya secara fisik dan mental, layaknya film horror pembunuhan serupa. Siksaan mental yang didera tidak hanya datang dari perasaan takut akan kematian. Beberapa karakter dalam film tersebut dipaksa menonton sesamanya saling menyiksa demi meraih kesempatan hidup atau menyelamatkan pasangannya. Seiring berjalannya film, kegilaan Mother yang awalnya terlihat tenang dan sabar semakin terkuak.

Tentunya film ini bukan untuk sembarang penonton (pastinya bukan untuk anak-anak!). Bagi Anda yang menyukai tipe horror slasher yang penuh darah, kemungkinan besar dapat menikmati film tersebut. Bagi Anda yang merasa ibu atau mertua Anda jahat, ada baiknya juga menonton Mother’s Day demi menyadarkan diri bahwa ada yang lebih jahat lagi. Saya pribadi menyukai film ini, bukan karena ceritanya, tetapi akan keberhasilan sang sutradara dalam menyuguhkan film horror yang mencekam dari titik awal film dimulai hingga akhir. Bagaimana tidak? Sang sutradara, Darren Lynn Bousman, berpengalaman menggarap tiga film Saw, dari film kedua hingga keempat.
Tanggal rilis:
4 Mei 2012 (Amerika Serikat)
Genre:
Drama, kriminal, horror
Durasi:
112 menit
Sutradara:
Darren Lynn Bousman
Pemain:
Rebecca De Mornay, Jaime King, Shawn Ashmore
Studio:
Troma Entertainment, Rat Entertainment












