Kebebasan Berpendapat via Media Sosial di Cina Kian Terancam

Kebebasan berpendapatan melalui media sosial di Cina, tampaknya bakal kian terancam. Pemerintah Cina mengatakan, pengguna jejaring sosial yang menulis komentar berisi fitnah dan menarik banyak perhatian bisa menghadapi hukuman penjara. Para aktivis Cina pun turut mengkritik aturan ini sebagai upaya memberikan dukungan hukum untuk meniadakan perbedaan pendapat di dunia maya.
Pengguna internet di Cina akan dituntut pasal pencemaran nama baik dengan hukuman maksimal lima tahun penjara, jika mereka menulis konten berisi fitnah. Hukuman tersebut berlaku, bila postingan mereka dikunjungi, sedikitnya 5.000 kali atau di-posting ulang (repost atau retweet) sebanyak 500 kali. Demikian interpretasi hukum terhadap dokumen undang-undang, dilansir dari Wall Street Journal.
Dokumen itu menyebutkan, postingan media sosial yang menyebabkan “gangguan psikologis, melukai diri sendiri, bunuh diri atau konsekuensi serius lainnya” juga akan dianggap sebagai konten fitnah dan dikenakan hukuman.
Undang-undang baru itu dikeluarkan oleh pihak Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung Cina. Para pengacara setempat menganggap, aturan ini terlalu luas dan sebagai upaya untuk mencegah kritik penduduknya terhadap pemerintah.
“Apa gunanya membahas ini!. Hukum tidak akan pernah mengakar yang benar-benar tumbuh di (Cina). Sebaliknya, hanya akan selalu menjadi tongkat yang dikerahkan oleh sekelompok preman,” tulis Liang Xianglu, seorang pengacara di Cina.
Pengacara lain, Wang Kesheng juga sempat mempertanyakan melalui akun salah satu microblogging-nya mengenai, bagaimana aturan ini berdampak pada seorang jurnalis bernama Luo Changping. Tulisan kritisnya terhadap pemerintah berakibat, pemecatan terhadap seorang pejabat tinggi beberapa waktu lalu.
Juru bicara Kejaksaan Agung Cina, Sun Jungong berkilah, penafisiran baru ini tidak dimaksudkan untuk mencegah pengguna internet dalam membongkar atau membeberkan skandal yang dilakukan pejabat pemerintahan. “Seandainya pun jika tudingan atau konten yang dimuat tidak benar, asalkan (pengguna internet) tidak sengaja membuat informasi yang memfitnah orang lain, mereka tidak akan dituntut atas tuduhan pencemaran nama baik,” ujar Sun.
Saat ini, pihak berwenang yang bertanggung jawab atas propoganda internet semakin gelisah dengan jejaring sosial yang tengah populer di Cina, seperti Sina Weibo dan Twitter. Media pemerintah semakin khawatir, jejaring sosial ini akan mengurangi dominasi informasi yang disebarkannya. Dalam beberapa bulan terakhir ini, pemerintah Cina juga telah meningkatkan upaya untuk mengatur aktivitas online penuduknya, seperti menahan lusinan informasi yang menyebarkan rumor dan memperingatkan pengguna microblogging terhadap konten informasi sensitif yang mereka ikuti.
Mungkinkah pemeritah Indonesia bakal mengikuti jejak Cina? atau memang sudah dilaksanakan?