Twitter Tangguhkan Lebih Dari 125.000 Akun Terkait Terorisme

Twitter mengumumkan bahwa mereka telah menangguhkan sebanyak lebih dari 125.000 akun yang ditengarai terkait dengan kegiatan terorisme, terutama yang terkait dengan ISIS dimanajumlah tersebut mulai dibekukan sejak pertengahan tahun 2015 lalu.
Selama bertahun-tahun Twitter memang dikenal sebagai media sosial yang bebas digunakan semua orang. Namun kebebasan tersebut ternyata juga dimanfaatkan oleh para kaum ekstrimis untuk propaganda dan menyebarkan ajaran mereka termasuk ancaman-ancaman mereka kepada kaum lainnya. Akun kiri di Twitter tersebut berkembang cukup pesat dan kini akhirnya Twitter mengambil langkah tegas dengan ‘membersihkan’ penggunanya yang ditengarai terkait dengan aktifitas terorisme khususnya ISIS.
Dalam postingan di blognya, Twitter menjelaskan bahwa seperti kebanyakan orang di seluruh dunia, Twitter juga merasa takut dengan kekejaman yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ekstrimis. Twitter mengutuk penggunaan medianya sebagai alat untuk mempromosikan terorisme dan Peraturan Twitter memperjelas bahwa perilaku semacam ini, atau ancaman kekerasan, tidak diijinkan dalam layanannya. Seiring dengan sifat ancaman teroris sudah berubah, maka Twitter harus bekerja di wilayah ini.
Usaha ini sendiri datang setelah Telegram mengumumkan telah memblokir sebanyak 78 channel yang terkait dengan aktifitas ISIS. Orang-orang yang berafiliasi dengan ISIS yang sebelumnya telah membagikan gambar dan konten lainnya, kemudian mempromosikan akibat dari kelompok tersebut kepada jutaan pengguna lainnya.
Dan kini giliran Twitter yang melakukan tindakan serupa dan pada jumlah yang jauh lebih banyak karena total ada lebih dari 125 ribu akun yang ditangguhkan. Akun-akun tersebut digunakan mereka untuk membuat ancaman atau mempromosikan berbagai aktifitas yang terkait dengan terorisme khususnya yang berkaitan dengan ISIS.
Nampaknya pengungkapan seperti yang dilakukan Telegram dan Twitter tersebut merupakan salah satu akibat tekanan intensif kepada berbagai perusahaan teknologi dari Gedung Putih dan kandidat presiden seperti Hillary Clinton dan agen pemerintah yang meminta mereka untuk melakukan tindakan lebih dalam membasmi praktik digital dari kelompok teroris. Pengawasan juga semakin berkembang setelah insiden penembakan masal yang terjadi di Paris dan San Bernardino California tahun lalu dimana insiden tersebut sedikit banyak dipicu dari postingan para ekstrimis di web dan media sosial.