Jajaran Notebook dan Smartphone ASUS Terbaru: Terbaik dalam 3 Tahun Terakhir
Pada acara Zenvolution di Bali baru-baru ini, team Jagat memperoleh kesempatan untuk melakukan sebuah interview eksklusif dengan para petinggi ASUS, termasuk Jerry Shen dan Benjamin. Pembahasan yang seharusnya berupa tanya-jawab umum, berubah menjadi seperti pembahasan teknis yang sangat casual. Oleh sebab itu, kami mencoba untuk merangkumkan saja hasil bincang-bincang tersebut secara garis besarnya. Tentu saja, dilengkapi dengan pandangan kami terhadap produk-produk tersebut. Memang, tulisan ini cenderung agak lambat kami tayangkan. Hal ini terjadi karena kami berkonsentrasi lebih banyak kepada produk Zenfone 3 yang ada di tangan terlebih dahulu. Pengalaman dengan smartphone terkini dari ASUS itu, membuat kami lebih memahami perbincangan dengan para petinggi ASUS tersebut.
Perhatian kepada Detail
Ya, sangat terlihat bahwa ASUS berusaha memperhatikan detail-detail kecil. Akan tetapi, untuk sisi smartphone kami pun tidak heran jika ASUS bisa melewatkan beberapa aspek. Kami cukup maklum bahwa ini baru jajaran smartphone ke-3 dari ASUS. Akan tetapi, proses pematangan itu sudah sangat terasa. Berikut adalah pengamatan kami:
Zenfone 3 (polos), yang menurut Jerry dan Benjamin akan menjadi andalan revenue smartphone ASUS di pasar Indonesia sudah dilengkapi dengan fitur yang berlimpah. Di sisi kamera, software-nya sudah sangat lengkap, bahkan sampai memiliki pengaturan profil gambar. Sebuah menu yang amat langka untuk smartphone namun umum terdapat di DSLR dan kamera mirorrless. Selain itu, prosesor Snapdragon 625 yang digunakannya juga sudah sangat baik performanya untuk kebutuhan sehari-hari yang cenderung berat dengan multitasking. Untuk review lengkapnya, tersedia di dalam Review Zenfone 3 ZE520KL.
Zenfone 3 Ultra adalah contoh kepedulian (atau kenekatan?) ASUS merambah ke smartphone (atau phablet) berukuran layar sangat besar. Dengan ukuran 6,8 inci, ini adalah phablet ASUS terbesar. Jerry menjelaskan bahwa seri Max ini diluncurkan untuk memenuhi kebutuhan kaum hawa yang suka menonton video di smartphone dan untuk kebutuhan di ranah komersial. Ukuran ekstra besar memang sudah lama dimulai oleh Sony, akan tetapi, akhir-akhir ini memang menjadi “in” kembali dengan hadirnya produk berlayar di atas 6 inci dari Lenovo, Xiaomi, dan ASUS juga tentunya. Di Indonesia, ASUS Zenfone 3 Ultra akan menjadi satu-satunya, atau setidaknya yang pertama menjual smartphone dengan layar ekstra besar secara resmi ke Indonesia.
Zenfone 3 Deluxe adalah produk yang banyak membuat orang mempertanyakan keputusan ASUS. Harganya yang berkisar 9-11 juta rupiah. Akan tetapi, kami melihat tindakan ini adalah hal yang wajar. ASUS sudah saatnya masuk ke kelas premium. Terutama di Indonesia. Dengan hanya Samsung yang menyediakan solusi kelas premium di Indonesia (secara resmi), tampak jelas bahwa kelas ini memang “kosong”. Apple kemungkinan besar sekali tidak akan bisa mengimpor Iphone 7, LG masih bertahan dengan G5SE yang semi-premium, dan Xiaomi belum juga menunjukkan tanda-tanda akan mengikuti aturan TKDN untuk smartphone dengan 4G/LTE. Zenfone Deluxe dengan SoC premium Snapdragon 820 dan 821 dan kamera 23 Megapixel seharusnya menciptakan opsi baru untuk pasar premium Indonesia. Masalahnya, apakah masyarakat akan bisa menerima ASUS sebagai brand premium untuk smartphone? Akan tetapi, jika ASUS tidak memulainya sekarang, kapan lagi?
ASUS Zenbook 3 (Deluxe) adalah produk yang menarik dan diungkap oleh Jerry sebagai “perlawanan” terhadap Macbook. Produk ini seharusnya diberi nama Zenbook 3 Deluxe. Dengan 4 speaker, bodi amat kokoh, ukuran mungil, layar ber-bezel super tipis, dan performa ekstra besar, notebook ini seharusnya memang akan bersaing di kelas premium. HP telah membuktikan bahwa Indonesia bukanlah pasar yang sepi untuk notebook kelas premium (baca: harga tinggi). Jadi, kami sangat tertarik untuk melihat apakah ASUS akan sukses mengambil ‘kue’ notebook kelas premium dari pesaing lainnya seperti Lenovo dan HP.
ASUS Transformer 3 dan Transformer 3 Pro adalah “inovasi” ASUS untuk mencari bentuk yang paling tepat. Transformer 3 hadir dengan bentuk yang ‘sangat tablet’. Memiliki bentuk sangat tipis dan dilengkapi dengan aksesoris bawaan berupa keyboard yang tipis, Transformer 3 ini tampak menyerupai Samsung Tab Pro S. Sementara itu, Transformer 3 Pro memiliki bentuk yang bisa dibilang 99% menyerupai Microsoft Surface Pro 4. Keunikan posisi pasar keduanya adalah karena kedua produk yang menyerupai duet Transformer ASUS ini tidak tersedia di pasaran Indonesia. ASUS pun melengkapi keduanya dengan fitur dan spesifikasi yang melampaui produk pesaingnya. Mulai dari prosesor terbaru, memori lebih kencang, storage besar yang cukup jauh lebih kencang, hingga tombol keyboard yang lebih dalam ‘travel’nya. Semua bertujuan untuk menyuguhkan yang terbaik di kelasnya.
Memperbaiki Masalah
Dari semua produk smartphone yang dihadirkan ASUS, kami melihat bahwa ASUS berusaha untuk memperbaiki citra terdahulunya. Keluarga Zenfone terdahulu terkenal dengan harga yang cukup miring dan spesifikasi yang baik. Akan tetapi ada dua hal yang menjadi pengganjal. Hal pertama adalah anggapan bahwa Zenfone itu panas. Hal kedua adalah kameranya yang meski di atas kertas seharusnya cukup baik, ternyata memiliki kualitas yang kurang bisa bersaing di kelas harganya saat ini.
Penggunaan jajaran SoC Snapdragon terkini pada Zenfone kelas menengah ke atas (SD625, 820, 821) seharusnya menghapuskan citra ‘panas’ pada ASUS Zenfone 3. Zenfone 3 polos hadir dengan SD625 yang berdasarkan pengujian kami tidak menghasilkan panas yang tinggi. Kami tidak merasakan panas berarti di genggaman tangan dan prosesor pun tidak pernah “menjerit” kepanasan atau overheat. Sementara itu, penggunaan sensor kamera Sony pada Zenfone 3 telah sukses memperbaiki kualitas hasil fotonya secara jauh lebih baik dibandingkan pendahulunya.
Jadi, jelas bahwa ASUS cukup berhasil mengatasi masalah yang dihadapi jajaran Zenfone terdahulunya.
Contekan? Tapi, Kenapa Tidak?
Ya, jajaran produk yang ditampilkan ASUS ini sekilas tampil seperti “contekan”. Zenfone 3 dari muka tampak seperti iPhone dan dari belakang seperti smartphone Samsung seri A. Sementara itu, Zenbook dan transformer jelas memiliki kemiripan bentuk dengan pesaingnya. Transfomer 3 Pro bahkan mencapai sekitar 99% kemiripan bentuk terhadap Surface. Buruk? Menurut kami tidak. Seandainya ASUS menyuguhkan performa rendah serta menggunakan bahan berkualitas rendah dan mengandalkan kemiripan bentuk semata untuk bersaing di pasaran, kami akan membencinya. Akan tetapi, ASUS berusaha menyuguhkan sesuatu yang lebih baik (bahkan jauh lebih baik) dari pesaingnya dengan harga yang sedikit lebih ‘miring’. Jadi, sebagai konsumen, yang kita peroleh adalah keuntungan berlipat, bukan? Tentu saja, saya menuliskan ini dengan separuh pengharapan bahwa ASUS ke depannya bisa mengandalkan desain yang dikembangkannya sendiri dan mungkin menjadi acuan, bahkan mungkin dicontek oleh produsen lainnya.
Akhir kata, setelah pengujian salah satu produk yang diluncurkan dan mencoba-coba beberapa produk lainnya, kami bisa dengan nyaman mengatakan bahwa jajaran produk smartphone dan notebook/tablet yang diluncurkan ASUS tahun ini adalah jajaran terbaiknya dalam 3 tahun terakhir ini.