Wajib Pakai Chip Buatan China, Atau Bayar Pajak 400%
China kemungkinan akan memberlakukan kebijakan baru. Seperti yang diutarakan oleh Cao Haitao, Professor of Mindu Scholars dari Minjiang University.
Kebijakan China ini akan mewajibkan produsen yang memasarkan produk mereka di China, untuk menggunakan chip/semikonduktor asal China. Adapun jika perusahaan teknologi tidak menggunakan chip asal China, akan dikenakan pajak hingga 400%. Kebijakan ini merupakan reaksi atas sanksi AS yang diberikan kepada China.
Seperti yang kita tahu, ketegangan antara Amerika Serikat dan China sangat mempengaruhi industri teknologi saat ini. Setelah sanksi yang diberlakukan oleh Donald Trump yang memberikan pelarangan terhadap beberapa perusahaan teknologi asal China termasuk Huawei, ZTE dan lain-lain, kini di masa presiden Joe Biden, China juga masih menghadapi sanksi baru.
Baca Juga: Intel dan TSMC Bantah Prosesor 3nm Intel “Meteor Lake” Ditunda • Jagat Review
AS melarang perusahaan-perusahaan China menggunakan teknologi dan komponen dari AS untuk aktivitas produksi mereka. Beberapa perusahaan raksasa seperti Baidu dan Alibaba akhirnya memutuskan membuat chip yang sepenuhnya menggunakan teknologi sendiri.
Namun AS juga mewacanakan akan mengijinkan perusahaan-perusahaan teknologi asal China memasuki pasar AS, selama menggunakan teknologi dan komponen dari AS. Pihak China pun berupaya membuat kebijakan yang setimpal, dan kini China kemungkinan bakal memberlakukan kebijkaan seperti yang disebutkan diawal.
Tujuan kebijakan ini tentunya agar pasar di China juga bisa berkembang. Dengan kebijakan ini diharapkan adanya investasi RnD bagi China, sehingga perkembangan industri di wilayah tersebut tidak dikendalikan oleh pihak lain.
Saat ini sebenarnya produk-produk teknologi yang beredar kebanyakan menggunakan produk chip dari TSMC (Taiwan), yang masih merupakan bagian dari China. Akan tetapi, saat ini 80% saham TSMC dipegang oleh investor luar negeri. Seperti disebutkan oleh Chen Keming, mantan direktur Institut Riset Ekonomi Taiwan di Universitas Huaqiao dan direktur Asosiasi Riset Nasional Taiwan. Ini dinilai merugikan pihak China.
Tentunya perang kebijakan ini menimbulkan beragam polemik dari masyarakat di seluruh dunia. Setiap negara tentunya memiliki kepentingan politik dan ekonomi untuk kedaulatan masing-masing negara. Tapi banyak yang menilai perang kebijakan ini menghambat perkembangan industri teknologi itu sendiri.