Fiat Terlibat Kembangkan Robot Exoskeleton

Pabrikan mobil asal Italia, Fiat bersama 12 lembaga riset di tujuh negara tengah terlibat proyek exoskleton, yakni robot yang mampu mengangkat beban berat yang tidak bisa ditangani kekuatan manusia biasa. Robot itu nantinya akan dikaitkan ke tubuh manusia, sehingga dapat menambah kekuatan penggunanya.
Para peneliti berharap robot tersebut dapat dipekerjakan di area pabrik, sehingga robot pintar nan kuat itu dapat membantu buruh mengurangi kecelakaan kerja. Dalam waktu tiga tahun mendatang, robot tersebut kemungkinan sudah tersedia dalam jumlah massal. Penelitian itu juga mendapat dukungan dana dari Uni Eropa sebesar £6 juta.
Selain Fiat, pihak industri yang terlebat proyek ini, ialah Indra, perusahaan daur ulang kendaraan bermotor yang bermakas di Perancis. Kedua industri itu juga akan memberi masukan secara teknis ke para peneliti dan kelak siap melakukan uji coba.

Tujuan utama dari proyek penelitian ini juga guna menangani berbagai tugas berat buruh di pabrik yang cenderung sulit dilakukan secara otomatis, melalui mesin robotik yang biasa ada di pabrik. Perusahaan Indra misalnya, mesti membongkar berbagai jenis kendaraan bermotor dan hanya manusia yang bisa menangani masalah pekerjaan yang rumit itu.
“Orang harus menggerakkan bagian atau komponen yang beratnya lebih dari 10 kilogram. Kegiatan ini tidak dilakukan hanya sekali per hari, tetapi berulang-ulang. Exoskeleton dengan manusia di dalamnya merupakan jenis penelitian baru di industri manufaktur,” kata Dr Carmen Constantinescy, peneliti dari Institut Fraunhofer Jerman yang juga terlibat dalam proyek ini.
Salah seorang peneliti yang terlibat sempat skeptis, semua pekerjaan berat dapat ditangani exoskeleton dan masih memiliki resiko kesehatan bagi persendian pengguna. “Jika Anda memegang kuas cat atau obeng di atas kepala Anda selama lebih dari dua hingga tiga menit, maka lengan Anda (yang dikaitkan ke lengan robotik) akan menjadi sangat lelah dan itu bisa sangat buruk bagi jantung Anda,” kata Profesor Darwin caldwell dari King College London.
(sumber: BBC)