Earth Hour: “Berikan Hak bagi Bumi untuk Bernapas!”
Selama jutaan tahun, bumi menjadi tempat tinggal berbagai jenis makhluk hidup. Semenjak kedatangan manusia di muka bumi ini, perlahan tapi pasti, bumi menjadi satu-satunya tempat bagi manusia untuk hidup dan berkembang biak. Bumi seperti ibu bagi manusia, maka muncullah istilah “motherland” atau “Ibu Pertiwi”.
Berbagai sumber daya alam melimpah dan tersebar di seluruh penjuru bumi, membuat manusia dengan bebas mengambil sumber daya tersebut untuk keperluan hidup sehari-hari. Seiring dengan perkembangan zaman, pemikiran manusia semakin berkembang, dan cara manusia memperlakukan ibu pertiwi pun berubah.
Hari ini, jutaan tahun setelah kedatangan Adam dan Hawa pertama kali di muka bumi, “wajah” bumi sudah berubah drastis. Bumi bukan lagi menjadi rumah yang nyaman untuk ditinggali. Jumlah karbon yang ada di udara bebas bertambah ratusan kali lipat akibat hasil pembakaran tidak sempurna dari kendaraan bermotor dan pabrik, serta eksploitasi listrik yang berlebihan. Hal itu semakin diperparah dengan penebangan pohon yang dilakukan secara liar di berbagai hutan di dunia. Indonesia, sebagai salah satu paru-paru dunia pun sedikit demi sedikit kehilangan banyak pohonnya akibat kepentingan bisnis semata. Efeknya, bumi mengalami guncangan hebat yang ditandai dengan pemanasan global dan perubahan cuaca yang cukup ekstrem. Pernahkah kita berpikir mengenai nasib generasi lanjutan kita yang hidup 20 tahun mendatang jika saat ini saja kita sudah menjadi saksi mata atas perbuatan kita sendiri? Tsunami, Katrina, gempa bumi, tanah longsor, ice melting, dan banjir bandang bukanlah bencana alam semata. Semuanya terjadi atas suatu sebab.