Review Prosesor AMD RYZEN 5 1600X
Ruang Lingkup dan Metode Pengujian

Sama hal-nya dengan pengujian AMD Ryzen 7 waktu lalu, menguji platform baru memang penuh tantangan – apalagi kalau waktu pengujiannya terbatas. Meski demikian, kami tetap berharap bahwa review ini sedikitnya bisa memberikan sebuah evaluasi yang komprehensif.
Berikut beberapa poin-poin pertimbangan kami:
Pemilihan Prosesor Pembanding: Core i5-7600K

Ryzen 5 1600X ditempatkan AMD untuk bersaing langsung menghadapi prosesor Core i5-7600K Kaby Lake di kelas harganya, jadi cukup normal bila kami menggunakan Core i5-7600K sebagai pembanding pada pengujian Ryzen 5 1600X. Sedikit unik memang, mengingat Core i5-7600K memiliki konfigurasi 4-core 4-thread, sedangkan AMD Ryzen 5 1600X memiliki 6-Core 12-Thread.
Kami sendiri ingin menggunakan data Ryzen 7 1800X dan Core i7-6900K yang kami ambil awal bulan Maret kemarin, namun karena adanya beberapa update firmware , driver, dan juga beberapa game, kami memutuskan untuk tidak memasukkan data lama kami daripada hasilnya nanti tidak akurat.
Motherboard: B350 vs B250

Mengingat prosesor yang kami gunakan ada di kelas budget menengah, kami memilih menggunakan motherboard kelas menengah juga yang berharga serupa. Platform Intel Core i5-7600K akan berjalan pada motherboard ASRock B250 Gaming K4, sedangkan AMD Ryzen 5 1600X akan dijalankan pada ASROCK AB350 Gaming K4.
Sebuah catatan yang patut diperhatikan di sini adalah fleksibilitas kedua motherboard, B350 masih mengijinkan Overclocking RAM dan juga CPU pada Ryzen, namun platform Intel B250 mengunci semua variabel tuning seperti OC RAM dan CPU.
Konfigurasi RAM

RAM yang datang dengan press kit kami adalah GEIL EVO X DDR4-3200 CL16. Kami akan menjalankan RAM tersebut pada 2 (dua) konfigurasi, yakni:
- DDR4-2400, 15-15-15-36 1T: Untuk Ryzen 5 1600X dan Core i5-7600K
- DDR4-3200, 16-18-18-36 1T: Untuk Ryzen 5 1600X
Konfigurasi DDR4-2400 digunakan untuk mensimulasikan sebagian besar RAM kelas value di luar sana, dan juga karena platform i5-7600K hanya mengijinkan setting RAM maksimal di DDR4-2400.
Catatan: Kami tidak menguji sistem ini pada konfigurasi DDR4 default, yakni DDR4-2133, karena pada platform ini, kami berasumsi para system integrator maupun pengguna yang merakitnya sudah memiliki budget ekstra untuk membeli RAM dengan kecepatan setidaknya DDR4-2400 atau DDR4-2666, toh per bulan April 2017 ini perbedaan harga antara RAM kit dengan kecepatan DDR4-2133 dengan DDR4-2666 hingga DDR4-3000 bedanya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan harga overall dari platformnya.
Konfigurasi VGA – 3x GPU



Prosesor di kelas harga Ryzen 5 1600X dan Core i5-7600K umumnya dipasangkan dengan VGA kelas mainstream seperti Radeon RX 470, RX 480 atau GTX 1060. Kami sendiri memilih Radeon RX 480 untuk pengujian utama, dan dua vga tambahan lain (GeForce GTX 980 Ti + Radeon R9 Fury X) untuk melihat seberapa jauh scaling performa Ryzen 5 1600X di aplikasi gaming.
Display – 1080p 144hz – Viewsonic XG2401

Sebagian besar pengguna masih menggunakan resolusi 1080p (1920×1080) hari ini, jadi semua pengujian kami menggunakan skenario resolusi 1080p. Sebagai tambahan juga, refresh rate kami adalah 144Hz, dan skenario high-refresh rate ini adalah pengujian yang cukup menunjukkan performa CPU pada beberapa game yang cpu-intensive.
Benchmark
Skenario benchmark yang kami pilih untuk Ryzen 5 kurang lebih sama dengan skenario pada pengujian Ryzen 7.
Kami memilih beberapa benchmark sintetis yang sering kami gunakan pada review prosesor, seperti Cinebench R15, Geekbench 3, AIDA Memory Benchmark dan juga 3DMark. Pengujian tersebut harusnya cukup untuk memberi gambaran performa CPU, memori, dan juga kartu grafis secara singkat.
Kemudian, mempertimbangkan bahwa Ryzen kemungkinan besar ditujukan pada para content creator, kami menambahkan 3 test real-world pada aplikasi Photoshop CC, Blender, dan juga Handbrake.
Gaming Tests
Setiap game memiliki karakteristik yang unik saat digunakan untuk menguji prosesor, ada game yang umumnya tidak menunjukkan peningkatan performa dengan CPU lebih kencang (seperti The Witcher 3), ada game yang menuntut performa single-core (single-threaded), dan ada juga yang menuntut penggunaan multi-core. Di test ini kami memilih menggunakan game yang sudah kami kenal karakteristik-nya untuk menguji prosesor.
Jadi, berikut list game yang kami gunakan:
- GTA V
- Assassin’s Creed Unity (ACU)
- Rise Of The Tomb Raider (DX11)
- Civilization VI (DX12)
- Ashes of the Singularity: Escalation (DX12)
GTA V dan ACU dimainkan seperti biasa kemudian di-capture framerate + frametime-nya oleh tool FRAPS untuk mengambil nilai average FPS dan 99th percentile FPS (1% Minimum FPS). Sedangkan Rise of the Tomb Raider, Civilization VI, dan Ashes of the Singularity Escalation diuji dengan benchmark internal masing-masing.
Tambahan: Sekilas mengenai FPS dan Frame Time
Ada beberapa skenario pengujian dalam gaming yang menghasilkan variasi framerate cukup tinggi yang tidak bisa terdeteksi oleh penghitungan average FPS(frame per second) saja. Kejadian ini membuat kami memutuskan untuk melihat data Frametime log. Frametime adalah waktu dimana 1 (satu) frame akan di-render oleh sistem, biasanya dalam satuan milliseconds (ms). Selama ini kami menggunakan FPS (Frame per second) sebagai unit pengukuran untuk mempermudah perbandingan. Namun, ada kalanya pengukuran frame time ini bisa lebih penting, karena bisa memberi kami data untuk melihat seberapa jauh variance/perbedaan dari waktu render masing-masing frame.
Umumnya, waktu render yang jauh berbeda antar frame, misal frame pertama dirender pada 16.7 ms, lalu frame kedua pada 40 ms, lalu frame ketiga pada 16.7 ms, akan membuat kita merasa adanya ‘stuttering’ dalam game.
Sebagai perbandingan, inilah konversi FPS ke Frametime:
(dengan rumus FPS = 1000/Frametime, frametime dalam satuan ms. Berlaku sebaliknya, Frametime = 1000/FPS )
- 120 FPS = 8.3 ms (1000/120 = 8.3)
- 60 FPS = 16.7 ms (1000/60 = 16.7)
- 30 fps = 33.3 ms (1000/30 = 33.3)
- 20 fps = 50 ms (1000/20 = 50)
Ini berarti makin KECIL frametime, makin BESAR FPS-nya, dan berlaku sebaliknya.
Setelah menganalisa lebih lanjut, kami menemukan bahwa ada juga cara mudah untuk menentukan apakah sebuah sistem PC mengalami ‘stutter’ yang parah atau tidak. Salah satunya adalah dengan menganalisa frametime log dari beberapa tool seperti OCAT, Tool sederhana ini dapat menghitung secara otomatis bagian 1% frame yang ‘terburuk’ dari sekumpulan data frame time (a.k.a 99th percentile).
Tentunya, PC yang nilai ‘1% minimum FPS’-nya jauh lebih rendah dari FPS rata-rata, pastinya akan mengalami ketidaknyamanan berupa berbagai kejadian ‘stutter’ dalam game.
[caption id="attachment_12286" align="aligncenter" width="500"] Pada sampel data frametime berikut, terlihat bahwa data Average tidak terlalu mencerminkan ‘spike’ yang terjadi, sedangkan data 99th percentile-nya lebih mendekati sebagian besar lonjakan yang terjadi sepanjang game berlangsung[/caption]
Daftar Pengujian
Jadi, merangkum metoda testing kami kali ini, berikut pengujian yang akan kami jalankan pada Ryzen dan pembandingnya:
- 5 benchmark sintetis
- 3 real-world application workload
- 5 game (3x DX11, 2x DX12) – pada VGA mainstream, dan VGA high-end
- Konsumsi daya (saat load Cinebench, dan load gaming GTA V)
Baik, mari bahas spesifikasi testbed yang kami gunakan kali ini!